Kamis, 26 Mei 2016

5 Apparel Dari Promod Yang cocok Untuk Kerja


Promod merupakan brand fashion yang menarik. Mereka membuat berbagai aparel dengan gaya yang modis untuk digunakan kapan pun. Berikut ini adalah 5 apparel yang cocok digunakan di tempat kerja/kantor, tapi sebelumnya bagi kamu yang belum punya produk promod tapi ingin punya bisa berkunjung ke Promod Indonseia. Oke mulai aja, ini dia 5 apparel untuk kerja :

  • Fluidhang shirt


    Deskripsi :
    • Musim ini, memilih untuk kemeja dengan kantong lapang. Dalam gaya kemeja yang sedikit maskulin. Dengan Fluid Fabric . Lengan panjang bentuknya lurus dan dengan kerah kemeja serta kancing depan tersembunyi. lengan panjang dengan manset. tepi bawah bulat.

  • Tie-neckline blouse


    Deskripsi :
    • aV-Neck blus dengan ikatan leher panjang. Dengan tiga kancing tertutup mungil. gaya pintar. Dalam pola kecil yang lucu di seluruh. bentuk lurus. Bahu dan kembali mengumpulkan. lengan panjang dengan kancing manset. Agak bulat tepi bawah.

  • Striped shirt


    Deskripsi
    • Shirt dengan inspirasi maskulin. Dalam garis-garis tajam. Kenakan diikat tinggi atau rendah. Kancing saku rok. Kerah kemeja. bentuk lurus. kantong dada. lengan panjang dengan Kancing manset. Bulat hemline yang lebih rendah.

  • Patterned shirt


    Deskripsi
    • Shirt yang cukup bermotif. Untuk puitis, Gaya modern yang memberi kesan country. Dalam soft fluid menggantung. Bentuk longgar. Kerah kemeja. kancing dengan saku rok. kantong dada. lengan panjang untuk mengubah-up dengan flaps. tepi bawah bulat.

  • Plumetis shirt


    Deskripsi
    • kemeja kecil yang cukup dalam gaya retro. kain plumetis belaka. Kenakan diikat ke atas atau terbuka. kerah bulat. Tombol saku rok dengan kerawang. Bahu mengumpulkan. lengan panjang dengan tombol manset. gaya vintage namun terlihat sangat modern musim ini!
Itu dia 5 aparel yang cocok untuk di tempat kerja bagi kamu yang modis

Kamis, 19 Mei 2016

Apa itu Foto


Bagi kebanyakan orang, pertanyaan “Apa itu foto?” mungkin dianggap sepele dan tidak perlu dipersoalkan lagi. Bahkan ketika diajukan kepada para peminat fotografi, jawaban yang biasanya mengemuka adalah definisi yang diberikan oleh kamus, yaitu gambar yang dihasilkan dengan menangkap cahaya pada medium yang telah dilapisi bahan kimia peka cahaya atau sensor digital (kombinasi dari photo yang berarti cahaya, dan graph yang berarti catatan, tulisan, atau lukisan). Tidak banyak yang sadar bahwa di balik kesederhanaan artefak yang benama foto tersimpan kerumitan yang membuat definisi foto tidak sesederhana yang dibayangkan. Foto memiliki berbagai macam ukuran yang bisa kita cetak bahkan kita bisa cetak foto ukuran dompet
Pada level wujud, foto memang sebuah gambar, sebuah penyerupaan yang dihasilkan lewat proses yang dinamakan fotografi. Namun pada definisi paling dasar ini pun, tersimpan persoalan. Ada banyak jenis gambar yang dapat digolongkan sebagai foto. Pada abad ke-19, ada daguerrotype, heliotype, cetak albumen, cetak gelatin perak, photogravure, dan lukisan fotogenik. Di abad ke-20, ada polaroid, pindai elektronik (electronic scanner), foto digital, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan wujud seperti itu mengingatkan kepada kita akan kerumitan yang inheren pada sifat foto itu sendiri: Definisi foto sebagai objek selalu terkait dengan (dan bergantung pada) konteks sejarah, konteks sosial, konteks budaya, dan konteks teknologi. Dengan kata lain, konteks-konteks itulah yang sebenarnya menjadi salah satu penentu definisi, makna, dan nilai foto.

Kerumitan definisi foto tidak hanya terjadi pada level wujud. Secara fungsional, definisi, makna, dan nilai foto terus mengalami perubahan sejalan dengan transformasi dan metamorfosis wujudnya. Dari segi warna, foto hitam putih dan foto warna adalah dua hal yang berbeda. Dari segi ukuran dan bentuk, foto besar dan foto kecil, foto persegi dan foto persegi panjang atau bulat juga berbeda. Kualitas pencetakan (mengilat atau dof, dicetak di atas kertas tipis atau tebal), media yang digunakan (analog atau digital), cara penyimpanan dan penyajian (dalam dompet, album, bingkai, atau media penyimpanan dan penyajian digital), dan tujuan penggunaan (untuk kartu tanda pengenal diri, koran, majalah, atau pameran di galeri) juga mengubah dan memengaruhi pemahaman kita terhadap nilai dan status foto sebagai objek. Foto KTP yang berfungsi sebagai penanda jatidiri, misalnya, boleh jadi berubah status dan mendapat tanggapan yang berbeda jika dipajang di galeri dan dinyatakan sebagai spesimen praktik fotografi yang khas.

Kerumitan definisi foto tidak hanya melibatkan wujud an fungsinya, namun juga pada genre-genre yang dilabelkan kepadanya. Pengategorian foto ke dalam genre-genre yang berbeda merupakan upaya mengodifikasi referensi dan status foto dengan menggunakan asumsi-asumsi yang dikonstruksi. Label genre foto seni, misalnya, melibatkan asumsi-asumsi yang berbeda dengan asumsi-asumsi yang disandang oleh foto dokumentasi. Akibat pengategorian dan konstruksi asumsi-asumsi yang dipakai untuk pengategorian itu, foto yang fungsional – misalnya, foto dokumentasi – seringkali dianggap kurang bernilai dibandingkan dengan foto yang kurang atau tidak fungsional, seperti foto seni.
Proses pengategorian foto dengan menggunakan asumsi-asumsi yang dikonstruksi ini telah terjadi sejak masa-masa awal perkembangan fotografi. The Photographic Society, yang didirikan di London pada tahun 1853 dan kemudian berubah nama menjadi The Royal Photographic Society, misalnya, didirikan dengan tujuan untuk menjadikan praktik fotografi sebagai bagian dari tradisi akademik seni rupa. Karena ketiadaan referensi yang dapat dijadikan sebagai landasan untuk menyusun hirarki dan melakukan pengategorian genre foto pada waktu itu, maka dipakailah asumsi-asumsi dari sumber seni visual terdekat, yaitu seni lukis. Akibatnya, praktik fotografi terus dibayang-bayangi oleh “hantu seni lukis”: Fotografi sebagai cabang seni tidak memiliki tradisi akademik yang mandiri. Keberadaannya sebagai salah satu cabang praktik seni selalu dikaitkan dengan (dan didasarkan pada) tradisi akademik seni lukis. Oleh karena itu, kita tidak perlu heran bila praktik, apresiasi, dan kritik fotografi hingga saat ini masih terus menggunakan paradigma-paradigma seni lukis.

Selasa, 17 Mei 2016

Mengenal Foto Kanvas


Dalam karya seni, kanvas putih yang dibentangkan pada kayu persegi, menjadi media yang dipakai para seniman untuk melukis dengan minyak atau cat warna. Mencetak foto menggunakan kanvas sudah ada sejak lama terutama cetak foto kanvas di jakarta, tapi banyak yang tidak tahu apa itu kanvas, dan apa perbedaan dengan kertas biasa. Kanvas adalah jenis kain tenunan dari serat nylon tebal dan kuat. Berbeda dengan media foto atau kertas biasa dengan permukaan halus / licin, kanvas memiliki tekstur yang khas membuat kanvas bisa sangat beragam. Umur kanvas jauh lebih lama dari kertas foto biasa.

Pada saat jaman telah maju, kanvas juga dapat digunakan sebagai media cetak digital. Tentunya itu bukan hanya sebuah kanvas yang akan dicetak. Kanvas dicetak dengan teknologi tinta pigmen yang tahan lama meskipun lebih mahal daripada teknologi ink-jet. Untuk kanvas cetak, saat ini banyak produsen yang menyediakan kanvas dalam gulungan yang dapat diinstal di roll printer. Kanvas khusus dirancang untuk pencetakan digital sudah memiliki lapisan yang sesuai dengan jenis pigmen tinta sehingga penyerapan optimal, dan hasilnya juga memuaskan. Cetak foto kanvas ini didesain khusus dengan ukuran yang beragam, tetapi biasanya cetak foto kanvas digunakan untuk ukuran 18R sampai 24R. Untuk jenis foto yang biasa menggunakan cetak foto kanvas ini adalah foto wedding, kerena terkesan lebih bagus dan arteristik. Makin banyaknya permintaan dalam mencetak foto kanvas, banyak studio foto yang menawarkan jasa cetak kanvas dengan harga yang bervariatif.


Kanvas kelas dunia dirancang dengan sangat rapi, mampu menghasilkan karya cetak di warna yang lebih hidup, memiliki berbagai gamut luas, gradasi tampak halus dan daya tahan telah diuji hingga 200 tahun. Sekarang penggunaan kanvas sebanyak cetak foto yang digunakan untuk dekorasi interior, kanvas cetak foto (pernikahan atau foto keluarga) sampai karya seni (Giclee) bagi seniman yang ingin bekerja agar karyanya di pamerkan di galeri. kanvas umum dipasang pada bingkai, namun ada juga yang lebih seperti dipasang di spanram (galeri wrap). Jadi itulah kanvas, media untuk menuangkan karya seni dan untuk menyimpan kenang-kenangan.

Senin, 02 Mei 2016

Google Akan Mendukung Bahasa Jawa

Google Akan Mendukung Bahasa Jawa

Menggaet Fakultas Ilmu Budaya dari universitas Gadjah Mada, Google bersama-sama berniat membuat project Unison.

Project ini sendiri bertujuan untuk mengumpulkan beberapa data dalam bahasa jawa sehingga Google mampu membuat Text-to-Speech yang nantinya akan tersedia dalam bahasa jawa.
Kenapa bahasa jawa? Perusahaan yang juga bergerak di bidang cloud hosting indonesia ini juga ternyata telah melakukan beberapa studi dan penelitian yang menunjukan bahwa lebih dari 80 juta orang ternyata bisa berbahasa jawa.

Dengan jumlah yang tidak sedikit itu Google ingin menciptakan fitur di Android yang dapat menerima masukan atau perintah dalam bahasa jawa atau dapat membacakan teks dalam bahasa jawa.

Text to Speech sendiri adalah suatu sistem atau aplikasi yang dapat melakukan konversi dari inputan teks menjadi suara atau ucapan, Salah satu orang yang terkenal dengan penggunaan TTS adalah Stephen Hawking


Dan dibandingkan dengan zaman dulu, membuat TTS sekarang jauh lebih mudah karena perkembangan teknologi yang mendukung, karena untuk membuat TTS pada zaman dulu membutuhkan data audio yang besar dan juga memerlukan biaya yang tidak murah.

Project Union ini akan dimulai pada awal bulan mei tahun ini, FIB UGM akan memberikan satu ruangan serta peserta yang akan diberikan fasilitas untuk mengumpulan data-data berbentuk suara dalam bahasa jawa.

Nantinya data ini akan dikumpulkan dan dibuat agar bisa diakses secara umum dan terbuka dalam beberapa minggu ke depan, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pengembangan negeri kita dalam membuat teknologi dalam dengan bahasa jawa.

Kedepannya mungkin tidak hanya bahasa jawa yang dikembangkan dalam TTS, karena pada saat mesin pencarian Google juga mendukung bahasa Bali, mungkin memang pengguna bahasa bali tidak sebanyak bahasa jawa, tetapi tidak menutup kemungkinan bagi Google untuk terus meningkatkan teknologi TTSnya bukan?